Pages

Sunday, November 13, 2011

Pengaruh Inokulasi Rhizobium dan Azotobacter chroococcum - Jurnal terjemahan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Klasifikasi dan Deskripsi dari Azotobacter chroococcum
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Azotobacteraceae
Genus : Azotobacter
Spesies : Azotobacter chroococcum
Deskripsi :
Azotobacter adalah bakteri aerobik, mikroba tanah yang hidup bebas yang memainkan peran penting dalam siklus nitrogen di alam, mengikat nitrogen atmosfer, yang tidak bisa diakses untuk tanaman, dan melepaskannya dalam bentuk ion amonium dalam tanah. Selain sebagai model organisme, digunakan oleh manusia untuk produksi pupuk hayati, makanan tambahan dan beberapa biopolimer. Azotobacter adalah bakteri Gram-negatif, mereka ditemukan di tanah netral dan alkali, dalam air dan dalam hubungannya dengan beberapa tanaman.

Klasifikasi dan Deskripsi dari Bacillus megaterium
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Species : Bacillus megaterium
Deskripsi :
Bacillus megaterium adalah bakteri berbentuk batang, gram-positif, membentuk endospora, spesies bakteri digunakan sebagai inokulan tanah di pertanian dan hortikultura. Bacillus megaterium mampu bertahan dalam beberapa kondisi ekstrim. Apabila terdapat kondisi yang menguntungkan, spora dapat bertahan.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah efek dari inokulasi Rhizobium dengan penambahan Azotobacter Chroococcum dan Bacillus megaterium pada pertumbuhan vegetatif buncis (cv. Bronco dan Paulista) pada tanah liat?
2. Apakah efek dari strain bakteri pada bintil akar dan fiksasi N2 buncis (cv. Bronco dan Paulista) pada tanah liat?
3. Apakah efek dari strain bakteri pada jumlah total bakteri, fungi, dan actinomycetes buncis (cv. Bronco dan Paulista) pada 2 musim panas tahun 2007 dan 2008?
4. Apakah efek dari strain bakteri pada hasil dan parameter buncis (cv. Bronco dan Paulista) selama tahun 2007 dan 2008?
5. Apakah efek dari strain bakteri pada karakteristik polong dan kandungan kimia buncis (cv. Bronco dan Paulista) selama tahun 2007 dan 2008?
6. Apakah efek dari strain bakteri pada kandungan N, P, K polong dan daun buncis (cv. Bronco dan Paulista) selama tahun 2007 dan 2008?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui efek dari inokulasi Rhizobium dengan penambahan Azotobacter Chroococcum dan Bacillus megaterium pada pertumbuhan vegetatif buncis (cv. Bronco dan Paulista) pada tanah liat.
2. Mengetahui efek dari strain bakteri pada bintil akar dan fiksasi N2 buncis (cv. Bronco dan Paulista) pada tanah liat.
3. Mengetahui efek dari strain bakteri pada jumlah total bakteri, fungi, dan actinomycetes buncis (cv. Bronco dan Paulista) pada 2 musim panas tahun 2007 dan 2008.
4. Mengetahui efek dari strain bakteri pada hasil dan parameter buncis (cv. Bronco dan Paulista) selama tahun 2007 dan 2008.
5. Mengetahui efek dari strain bakteri pada karakteristik polong dan kandungan kimia buncis (cv. Bronco dan Paulista) selama tahun 2007 dan 2008.
6. Mengetahui efek dari strain bakteri pada kandungan N, P, K polong dan daun buncis (cv. Bronco dan Paulista) selama tahun 2007 dan 2008.

1.4 Bahan dan Alat
Bahan dan Alat yang digunakan adalah:
1. 2 cultivar buncis, yang bernama Bronco dan Paulista
2. Rhizobium leguminosarium biovar phaseoli “ARC301”
3. Azotobacter chroococcum “AZ1”
4. Bacillus megaterium var phosphaticum “BM3”
5. NPK
6. Tanah liat
7. Lem Arab 40%
8. Thin film
9. Yeast extract mannitol untuk Rhizobium
10. Modif Ashby untuk Azotobacter
11. Bunt dan Rovira untuk Bacillus megaterium
12. Suplement vermikulit 10% tanah gambut
13. Kantong polietilen
14. Gamma irradiation (5.0 x 108 rads)
15. Air

1.5 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 2 musim panas pada tahun 2007 dan 2008 di Laboratorium Penelitian, Fakultas Pertanian, Universitas kairo, Giza, untuk mempelajari respons dari 2 jenis buncis (Phaseolus vulgaris L.), dengan varietas Bronco dan Paulista untuk diinokulasi dengan Rhizobium leguminosarum biovar phaseoli “ARC301” Azotobacter chrococcum “AZ1” dan Bacillus megaterium var. phosphaticium “BM3”.
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, maka peneliti melakukan uji fisika kimia tanah untuk melihat jenis tanah, kelembaban, kandungan hara dan pH tanah yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri tanah.


Berdasarkan tabel di atas, menjelaskan bahwa tanah di daerah Mesir atau yang digunakan penelitian termasuk jenis tanah lempung yang kaya akan unsur makroelemen N, P, dan K dengan pH tanah 7.6 termasuk basa. Sifat fisika dan kimia tanah yang diuji cobakan (table 1) ditetapkan menurut metode Jackson (1985).
Biji buncis ditaburkan pada 5 Maret dalam 2 musim. Sebelum penaburan, biji dilapisi dengan Rhizobium leguminosarum biovar “ARC301” dan dua strain bakteri lainnya dilapisi dengan lem Arab 40% dengan ketebalan setipis lapisan film yang biasa untuk melapisi. Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak dengan 3 kali ulangan, dimana 2 kultivar buncis diletakkan pada plot utama, dan 6 macam biofertilisasi secara acak diletakkan pada plot sub utama. Penelitian ini mencakup 12 perlakuan dengan berbagai kombinasi dari jenis buncis, strain bakteri dan pupuk NPK.
Strain bakteri Rhizobium leguminosarum biovar Phaseoli (ARC 301), Azotobacter chrococcum (AZ1) dan Bacillus megaterium var. phosphatecium (BM3) disediakan oleh Dept. Mikrobiologi; Institut Penelitian tanah, air dan lingkungan , ARC di Giza, Mesir. Menggunakan tiga media cair yang berbeda yaitu ekstrak manitol kapang pada Rhizobium (Vincent, 1970), media ashby yang dimodifikasi untuk Azotobacter (Hegazy dan Naimela, 1976) dan Bunt & Rovira untuk Bacillus megaterium (Bunt dan Rovira, 1955). Masing – masing bakteri ditumbuhkan pada medium yang sesuai dan diinkubasi pada 280C dalam 3 hari sampai fase log awal.
Kemudian langkah selanjutnya adalah persiapan media penanaman. Dengan komposisi verniculite disuplemen dengan 10% tanah gambut yang dimasukkan ke dalam plastic polyethilen (300 gram carrier per bungkus), kemudian dilapisi dengan suatu lapisan kemudian disterilisasi dengan penyinaran sinar gamma (5.08 x 108 rads).
Kemudian setelah media tanam steril, kultur bakteri diinjeksikan pada vermiculite steril untuk memenuhi 60% kapasitas air, jumlah inokulasi yang digunakan sebesar 300 gram inokulasi per feddan untuk masing-masing mikroorganisme (50% untuk inokulasi biji dan 15 hari setelah penanaman).
Inokulasi mikroba dilakukan 2 kali, yang pertama pada saat pelapisan biji dan setelah 15 hari penanaman. Setelah 15 hari tanam, maka tanaman buncis sudah terlihat tumbuh, saatnya peneliti memindahkan ke plot utama. Plot yang disediakan seluas 13m3, terdiri 5 baris (4m panjang dan 65 cm). Tanaman yang ditanam dari polyethylene, diambil beserta tanahnya kemudian ditanam ke tiap baris di plot tersebut sejumlah 3-5 tanaman. Sepuluh hari setelah penanaman, tanaman direnggangkan dengan cara menimbun 2 tanaman per baris tersebut sehingga hanya tersisa 3 tanaman saja per baris atau gundukan itu. Satu baris yang dikhususkan untuk sampel pertumbuhan vegetatif, dua baris digunakan untuk menghasilkan hasil basah, sedangkan sisanya dua baris digunakan untuk menentukan hasil kering. Sebuah baris kosong yang tersisa sebagai penjaga garis antara setiap dua petak.

Perlakuan kombinasi ini mengikuti :
1. Tanaman tanpa perlakuan
2. Tanaman dengan kadar NPK yang dianjurkan dan tanpa biofertilisasi
3. Tanaman yang diinokulasi Rhizobium leguminosarium biovar phaseoli “ARC301” (Rh)
4. Tanaman yang diinokulasi dengan Azotobacter chrococcum “AZ1”
5. Tanaman yang diinokulasi dengan Rhizobium Rh + Bacillus megaterium “BM3”
6. Tanaman yang diinokulasi dengan Rh+AZ1+BM3

Empat perlakuan terakhir yang diterima hanya 25% dari dosis NPK yang dianjurkan, sementara dua perlakuan lainnya yang dianggap sebagai kontrol.
Lima tanaman dari setiap plot diambil secara acak setelah 60 hari penanaman untuk menentukan panjang tanaman, berat basah dan kering serta jumlah cabang / tanaman, jumlah bintil akar dan berat kering. Konsentrasi klorofil daun tercatat (pada awal pembungaan) oleh A minolata klorofil-meter SPDAD-, model SPAD 502 (Yadava, 1986).
Selain bakteri juga terdapat, Actynomycetes dan jamur yang diperkirakan pada 2 musim dalam sampel tanah rhizosphere menurut Wollum (1982). Aktivitas nitrogen diukur sebagai pengujian reduksi acetylene (ARA) menurut metode yang dijelaskan oleh Hardy et al. (1973).
Polong dipanen pada tahap kematangan yang berwarna hijau di interval tiap 7 hari, kemudian dihitung dan ditimbang karakter berikut:
1. Berat dan jumlah polong per tanaman hijau diukur pada sepuluh tanaman yang diambil secara acak dari setiap plot selama setiap kali pemanenan.
2. Berat polong hijau dari pemanenan pertama dan kedua diambil dari setiap plot dicatat, maka produksi rata-rata polong hijau / makan, dihitung dan dianggap sebagai hasil awal per feddan.
3. Berat polong hijau diambil selama semua masa pemanenan polong hijau / makan, dihitung dan dianggap sebagai hasil total per feddan.
4. Pada akhir panen, polong kering dari dua baris yang dikhususkan untuk hasil kering dari setiap plot dikumpulkan setelah 100 hari sejak disemai, biji buncis lalu keringkan dipisahkan dan ditimbang untuk menentukan hasil kering per feddan.
5. Sepuluh polong hijau diambil secara acak pada panen ketiga dari setiap plot percobaan untuk mengukur berat rata-rata polong (g), panjang polong (cm) dan lebar polong (mm).

Seratus gram berat segar daun dan polong, yang diperoleh dari tiga pabrik diambil secara acak dari masing-masing plot eksperimental pada panen ketiga, yang oven-dikeringkan pada 70o C hingga berat konstan, sampel kering dibawa untuk diukur N, P dan K dalam daun dan polong serta bahan polong kering, protein, karbohidrat total dan serat kasar menurut (Huphries 1956; Taussky dan Shorr 1952; Lilliand 1964; Stewart 1989 dan metode AOAC 1980).
Analisis statistik data yang diperoleh dilakukan melalui analisis varians menurut Snedecor dan Cochran (1980). Sebagai perbandingan cara diantaranya, LSD pada 0,05 dihitung.



BAB II
PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan
3.1 Pertumbuhan Vegetatif
3.2 Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen
Tabel 3. Efek dari inokulasi Rhiobium yang dikombinasikan dengan Azotobacter chroococcum dan Bacillus megaterium var phosphaticum pada bintil akar dan fiksasi N2 buncis selama tahun 2007 dan 2008.

Dapat kita lihat pada tabel 3, diketahui bahwa inokulasi Rhizobium menunjukkan peningkatan hasil pada jumlah dan berat kering dari bintil akar dan aktivitas fiksasi nitrogen jika dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan inokulasi. Terlepas dari kultivar dan musim, inokulasi Rhizobium dan Azotobacter atau Bacillus megaterium var phosphaticum atau jika ketiga bakteri tersebut dikombinasikan bersama-sama, dapat meningkatkan bintil akar dan fiksasi nitrogen tanaman buncis. Pada umumnya, data yang tercatat pada musim kedua lebih tinggi dari pada musim pertama. Hasil ini selaras dengan yang diperoleh oleh Abdel Fattah dan Arisha (2000) dan Ravindar dan Chandra (2008), yang melaporkan bahwa, campuran inokulasi Rhizobium dan bakteri penambat N2 udara atau bakteri yang melarutkan fosfat meningkat bintil akar dan fiksasi N2 dari tanaman polongan.

3.3 Status Mikroba
Tabel 4. Efek dari inokulasi Rhizobium yang dikombinasi dengan Azotobacter chroococcum dan Bacillus megaterium var phosphaticum pada jumlah total bakteri, fungi dan actinomycetes buncis selama tahun 2007 dan 2008.

Dapat kita lihat pada tabel 4 bahwa perlakuan dengan dosis yang dianjurkan untuk pemakaian NPK memiliki efek negatif terhadap mikroorganisme rizosfir (RMO). Perlakuan tersebut mencetak angka yang terendah dari jumlah total bakteri, fungi dan actinomycetes jika dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lainnya. Hal yang sama juga dapat kita lihat pada kedua musim, inokulasi dengan Rhizobium sendiri atau dicampur dengan Azotobacter atau Bacillus meganterium var phosphaticum memberikan jumlah yang lebih pada total bakteri, fungi dan actinomycetes jika dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi. Terlepas dari kultivar dan musim, inokulasi ketiganya memberikan jumlah yang lebih dari RMO jika dibandingkan dengan yang lain. Hasil yang sama diperoleh pada kedua musim untuk kedua kultivar. Hasil ini sama dengan pendapat Mona Ragab (2006) dan Ashrafuzzaman (2009). Mereka melaporkan bahwa inokulasi dengan rhizobakteria pada pertumbuhan tanaman (Azotobacter, meganterium Bacillus, Rhizobium) dapat merangsang munculnya populasi mikroorganisme rizosfer (RMO) dan meningkatkan jumlah mereka lebih dari 50% pada akhir percobaan dibandingkan dengan jumlah sebelum penanaman.

3.4 Hasil dan Komponennya
Tabel 5. Efek dari stain bakteri pada hasil dan parameter kultivar buncis selama tahun 2007 dan 2008.

Data yang terlihat pada tabel 5 menunjukkan bahwa hasil polong per tanaman dari cv. Paulista lebih tinggi dari pada cv. Bronco, sedangkan untuk hasil atau parameter yang lainnya cv. Bronco lebih tinggi dari pada cv. Paulista. Sebagai contoh cv. Bronco melebihi cv. Paulista pada awal dan total hasil per feddan hijau. Hal yang sama juga, pada hasil kering per feddan menunjukkan kecenderungan yang sama.
Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 5 terdapat perbedaan antara inokulasi bakteri untuk semua sifat dari hasil dan komponennya. Tanaman yang diinokulasi dengan Rhizobium + B. megaterium + 25% NPK, menghasilkan nilai lebih tinggi pada hasil tanaman, awal dan total hasil per feddan serta hasil kering. Di sisi lain, Rhizobium + Azotobacter Chroococcum + Bacillus megaterium + 25% NPK berpengaruh meningkatkan hasil tanaman, sama baiknya dengan hasil kering dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi dan hampir sama dengan perlakuan dengan 100% NPK. Selanjutnya interaksi antara cultivar dan inokulasi bakteri, dengan perlakuan Rhizobium + B. Megaterium + 25% NPK, diikuti dengan perlakuan Rhizobium + Azotobacter + Bacillus + 25% NPK untuk cv. Bronco menunjukkan peningkatan pada hasil tanaman, awal dan hasil total hijau sebanding dengan berat kering. Hal yang sama juga terdapat pada perlakuan NPK 100% atau Rhizobium + Azotobacter + 25% NPK menyebabkan hasil yang lebih pada hasil tanaman dan berat kering. Sementara itu, pada cv. Paulista, tanaman yang menerima perlakuan Rhizobium + Bacillus +25% NPK menghasilkan nilai tertinggi dari hasil tanaman dan hasil kering. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan Rhizobium + Azotobacter + Bacillus + 25% NPK diikuti dengan perlakuan 100% NPK (tanpa bakteri Rhizobium) dapat meningkatkan hasil kering dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi.
Peningkatan hasil total dan berat kering mungkin disebabkan oleh efek yang menguntungkan inokulasi dari rhizobacterin. Kesimpulan serupa sebelumnya dilaporkan oleh Aryal (2003) yang menemukan bahwa secara umum kacang-kacangan dapat memenuhi kebutuhan nitrogen tanaman dengan simbiosis-fiksasi N2. Persentase N berasal dari atmosfer lapangan tumbuh dengan P. vugaris antara 38% dan 68%. Di sisi lain, mikanova (1995) dan Ismail (2002) mengungkapkan bahwa peningkatan hasil panen kacang dengan menggunakan inokulasi pelarut fosfat, dalam ketiadaan pupuk ke tingkat yang serupa diperoleh 45 kg P / ha saja. Hasil yang diperoleh berada dalam harmoni dengan yang dilaporkan oleh Abd El-Fattah dan Arisha (2000) dan Shehata et. al. (2007).

3.5. Karakter Polong Hijau


Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 6 cv Bronco. lebih tinggi daripada cv. Paulista pada karakter berat polong dan berat kering, karbohidrat dan kandungan serat pada kedua musim tersebut. Tidak ada perbedaan mencolok antara dua kultivar buncis pada panjang polong serta persentase protein.
Perbedaan signifikan terjadi antara inokulum bakteri untuk semua karakter dari polong buncis. Perlakuan Rhizobium + Bacillus megaterium +25% NPK, Rhizobium + NPK 25% Bacillus megaterium atau NPK 100% menyebabkan nilai tertinggi karakter polong buncis di kedua musim.
Dalam cv. Bronco, perlakuan dari Rhizobium + Bacillus megaterium +25% NPK, NPK 25%, Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium dan NPK 100% meningkat secara signifikan pada bobot polong dan panjang tanaman dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi.
Sementara itu, di cv. Paulista perlakuan dari Rh + BM3 25% menyebabkan berat polong dan panjang tertinggi. Tidak ada perbedaan yang luar biasa antara perlakuan pada kedua kultivar di karakter lebar polong. Selain itu, perlakuan dengan Rhizobium + Rhizobacterin +25% NPK berpengaruh nyata meningkatkan berat bahan kering polong, charbohydrates protein dan serat (melebihi atau kurang lebih sama dengan 100% NPK) di kedua kultivar dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi.
Hasil ini telah dilaporkan oleh El-Sayed (1990) orang yang menemukan perbedaan secara umum antara beberapa kultivar buncis mengenai kadar gula, serat, dan kadar protein. Demikian pula, Singer et al. (1996) menyebutkan bahwa campuran tiga biofertilizers. Secara umum, memberikan pengaruh fisik tertinggi pada buncis, bahkan dengan tingkat yang berbeda dari aplikasi NPK. Selain itu, peneliti lain menunjukkan pengaruh positif dari Rhizobium dan Azospirillum dalam buncis (Singer et al 2000;. Shehata et al, 2007.).


3.6 Daun dan Kandungan Polong dari N, P dan K


Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 7 tanaman dari cv. Paulista lebih besar daripada cv. Bronco, pada kadar N dan K daun serta terdapat kandungan N, P dan K pada polong, sebaliknya, daunnya benar mengandung P.
Sementara itu, tidak ada perbedaan yang luar biasa antara dua kultivar buncis berdasarkan daun dan kandungan N, P dan K polong. Pada perlakuan rhizobacterin, perlakuan dari Rhizobium + NPK 25% Bacillus megaterium diikuti oleh Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium +25% NPK meningkatkan secara signifikan kadar N dan K daun, sama halnya dengan kandungan polong N dan P dibandingkan dengan kontrol yang tidak diinokulasi.
Di sisi lain, tanaman diperlakukan dengan Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium +25% NPK menghasilkan nilai tertinggi polong mengandung K dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi atau perlakuan NPK 100%.
Mengenai interaksi, jelas bahwa dalam cv. Bronco tidak ada perbedaan nyata kadar N atau P pada daun, sedangkan perlakuan Rhizobium + Bacillus megaterium +25% NPK atau Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium +25% kandungan NPK meningkatkan secara signifikan, polong mengandung N, P, dan K sama halnya dengan kandungan K pada daun.
Dalam cv. Paulista, tanaman diperlakukan dengan Rh + BM3 +25% NPK atau Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium +25% NPK meningkatkan daun dan kandungan polong dari N, P dan K secara signifikan di kedua musim dibandingkan dengan kontrol yang tanpa inokulasi.
Hasil ini telah dilaporkan oleh Aryal et al. (2003) dan Shehata et al (2007) yang melaporkan bahwa inokulasi buncis dengan biakan - Azospirillum atau jamur mikoriza arbuskula (AMF) meningkatkan kandungan N pada daun dan komposisi kimia polong selain untuk meningkatkan serapan hara, efek positif dari inokulasi berakibat pada karakter hasil dan polong dapat dijelaskan oleh peningkatan percabangan akar dan pertumbuhan akar.
Efek-efek positif bagi pertumbuhan akar dikenal untuk meningkatkan efisiensi serapan mineral dan air, dan berdampak pada produksi protein dan aktivitas hormon di dalam tanaman yang diinokulasi.(Hamaoui et al 2001.). Selain itu, efek positif dari penyerapan fosfor oleh tanaman kacang-kacangan meningkat sebagai hasil dari inoculatin dengan okadine + rhizobacterin pada pertumbuhan vegetatif mungkin karena efek menguntungkan unsur P terhadap aktivasi fotosintesis dan proses metabolisme senyawa organik pada tanaman dan karenanya meningkatkan pertumbuhan tanaman (Gardener et al, 1985.). Juga, efek meningkatkan penyerapan nitrogen terhadap pertumbuhan tanaman mungkin disebabkan efek positif dari unsur N pada pengaktifan fotosintesis dan proses metabolisme senyawa organik dalam tanaman yang dapat mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman, yang mengarahkan efek langsung terhadap hasil (El-Seifi et al., 2004).

KESIMPULAN

 Cv. Paulista lebih tinggi dibandingkan cv. Bronco pada pertumbuhan vegetatif dan nilai tertinggi adalah menggunakan inokulasi Rhizobium dikombinasikan dengan Bacillus megaterium.
 Inokulasi menggunakan Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium memiliki nilai tertinggi untuk semua karakter pada nodulasi dan fiksasi nitrogen.
 Di kedua musim, inokulasi dengan campuran bakteri memberikan nilai lebih banyak pada jumlah bakteri, fungi dan aktinomycetes.
 Inokulasi dengan Rhizobium dikombinasikan dengan Bacillus megaterium memberikan nilai tertinggi untuk semua karakter pada parameter hasil.
 Inokulasi dengan Rhizobium dikombinasikan dengan Bacillus megaterium memberikan nilai tertinggi pada karakter polongan hijau di kedua musim.
 Perlakuan menggunakan Rhizobium + Bacillus megaterium meningkatkan pada kandungan N dan K daun sebanding dengan kandungan N dan P polongan, Rhizobium + Azotobacter chroococcum + Bacillus megaterium menghasilkan nilai tertinggi pada kandungan P daun di kedua musim dan perlakuan dengan Rhizobium + Bacillus megaterium memberikan nilai tertinggi pada kandungan K polongan.

0 komentar:

Post a Comment

BUDAYA BERKOMENTAR SANGAT BAIK... AYO BERKOMENTAR!!

Follow Twitterku

Tukar Link Blog Yuk