MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT
Tujuan :
Mengetahui pengaruh tingkat stres (cahaya) terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit.
Bahan dan Alat :
- Epididimis mencit (bagian cauda) kontrol maupun yang sudah diberi perlakuan.
- Garam fisiologis
- Cawan petri
- Gelas obyek
- Hand counter
- Gunting dan pinset
- Mikroskop + micrometer (obyektif dan okuler)
Dasar Teori
Spermatogenesis adalah rangkaian peristiwa sitologi yang bertujuan menghasilkan spermatozoa masak dari spermatogonia. Pada mamalia jantan, spermatogenesis berlangsung di dalam tubulus seminiferus testis. Tiga tahap utama yang terjadi dalam spermatogenesis adalah :
1. perbanyakan spermatogonia melalui mitosis (spermatositogenesis)
2. reduksi jumlah kromosom melalui meiosis
3. transformasi sel menjadi spermatozoa yang berstruktur komplek melalui serangkaian perubahan tanpa disertai perubahan sel (spermiogenesis).
Spermatositogenesis merupakan tahap perbanyakan spermatogonia dengan spermatogonia asal mengalami proliferasi menjadi spermatogonium. Spermatogonium akan mengalami pertumbuhan menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer yang kemudian mengalami meiosi II membentuk spermatid haploid. Selanjutnya spermatid hapolid mengalami perkembangan lebih lanjut tanpa mengalami perubahan sel (spermiogenesis) menjadi spermatozoa (Hafez, 2000; Weinbauer dan Neischlag, 1993; Guyton dan Hall, 1996).
Spermatogenesis memiliki 3 fase yaitu inisiasi, pemeliharaan dan reinisiasi (Weinbauer dan Neischlag, 1993). Pengendalian aktivitas spermatogenesis pada mamalia melibatkan interaksi hormonal antara hipotalamus hipofisis anterior, sel Leydig, dan sel Sertoli (Ganong, 2003). GnRH bekerja pada hipofisis anterior, memicu sekresi FSH dan LH. FSH bekerja pada sel Sertoli dan bersama-sama androgen memelihara fungsi testis. Inhibin yang dihasilkan oleh sel Sertoli di bawah pengaruh FSH memberikan umpan balik negatif terhadap hipofisis dengan menghambat sekresi FSH (Ganong, 2003). Aktivin memberikan efek positif bagi hipofisis sehingga terajadi peningkatan sekresi FSH. LH bekerja pada sel Leydug yaitu merangsang sekresi testosteron yang akan berpengaruh pada spermatogenesis. Kadar testosteron yang tinggi menyebabkan efek negatif terhadap hipotalamus sehingga menurunkan sekresi LH serta menghambat hipofisis mensekresikan LH sehingga menurunkan kadar testosteron (Weinbauer dan Neischlag, 1993; Turner dan Bagnara, 1988).
Sel Sertoli membentuk lapisan pertahanan yang berupa kapiler-kapiler yang megelilingi tubulus seminiferus untuk mencegah penetrasi dari molekul protein yang mungkin menggangu perkembangan lebih lanjut dari spermatogenesis (Guyton dan Hall, 1996). Sel Sertoli yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction yang membentuk blood- testis barrier. Sel Sertoli berfungsi sebagai membran sel, menghasilkan cairan tubulus seminiferus, protein, peptida, protease, steroid, untuk mengontrol proses proliferasi, diferensiasi, dan metabolisme, serta sebagai komponen matrik ekstra seluler,dan sebagai penghasil Androgen Binding Protein (ABP) yang menjaga konsentrasi testosteron tetap tinggi (Jegou dan Sharpe, 1993). Cairan tubulus seminiferus membantu untuk transporatasi spermatozoa ke epididimis (Jegou dan Sharpe, 1993).
Testis merupakan gonad jantan yang berjumlah sepasang dan terletak dalam skrotum, berbentuk bulat lonjong dengan terbungkus kapsul yang terdiri dari dua lapisan yaitu :
(1) tunika vaginalis di sebelah luar yang membentuk kantung testis dan terdiri dari selapis sel
(2) tunika albuginea di sebelah dalam yang terdiri dari jaringan ikat renggang yang mengandung jalinan pembuluh darah (Rugh, 1967; dan Yatim, 1994).
Testis berkembang di dekat ginjal yaitu daerah krista genetalis primitf (Nalbandov, 1990). Testis tersusun dari tubulus seminiferus yang bergelung dengan dindingnya merupakan tempat pembentukan spermatozoa dari sel-sel germinativum primitif. Kapsul di bagian belakang menebal yang disebut mediastinum testis (Ganong, 2003).
Testis berfungsi sebagai tempat berlangsungnya gametogenesis, yaitu proses terbentuknya sel gamet jantan atau spermatogenesis. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya steridogenesis yaitu proses sintesis hormon steroid (androgen) (Van Tienhoven, 1983; Turner dan Bagnara, 1988).
Cara Kerja :
Perlakuan mencit
- Menyiapkan 5 ekor mencit
- 1 ekor mencit tidak diberi perlakuan (kontrol)
- 2 ekor mencit diberi 1 lampu pada kandangnya (dalam kardus)
- 2 ekor mencit yang lain diberi 2 lampu pada kandangnya (dalam kardus)
- Selama kurang lebih 1 bulan pemberian perlakuan mencit dibedah diambil epedidimis bagian caudanya.
Pengambilan epididimis
- Tikus/ Mencit dibunuh dan dipotong bagian ventralnya untuk diambil bagian cauda epididimisnya
- Epididimis dimasukkan ke dalam larutan fisiologis (2 ml) dan dipotong-potong halus sehingga berbentuk sehingga berbentuk suspensi
- Untuk pengamatan motilitas :
Cairan suspensi epididimis diteteskan pada gelas obyek cekung (1-2 tetes) --- dilihat di mikroskop --- diamati jarak gerakan spermatozoa (μm) setiap detik dan arah/keadaan gerak spermatozoa (sebaliknya dilakukan oleh 2 orang mahasiswa untuk setiap pengamatan motilitas )
Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang kami lakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Motilitas spermatozoa pada kelompok kontrol (μm / s)
Kelompok Pengulangan X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 35,51 49,8 17,12 4,9 6,67 19,48 22,32 22,73 17,86 19,23 21,56
2 60 45 30 70 40 30 30 30 40 60 43,5
3 25 26 28 30 30 28 35 28 32 19 28,1
4 10 15 50 30 30 25 50 45 50 50 35,5
Rata - rata 32,17
2. Motilitas spermatozoa pada kelompok perlakuan dengan lampu 1
Kelompok Pengulangan X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 35 13 17 20 55 45 25 46 50 15 32,1
6 41 50 41 98 65 40 52 53 47 52 53,9
7 50 39 34 38 40 37 45 47 33 48 41,1
8 30 20 50 50 55 20 30 35 20 35 34,5
9 50 62,5 12,5 17,5 50 37,5 55 57,5 60 20 42,25
10 13 4 27 30 50 45 20 30 14 29 26,2
11 35 17 55 27 56 32 55 20 23 13 33,3
12 32 30 22 70 30 52 36 21 27 42 36,2
Rata - rata 37,44
3. Motilitas spermatozoa pada kelompok perlakuan dengan lampu 2
Kelompok Pengulangan X
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 20 30 35 20 25 15 20 15 30 35 24,5
6 27 31 21 25 45 92 25 30 25 17 33,8
7 30 40 45 20 35 25 30 30 25 30 31
8 22 34 10 50 40 30 20 20 25 35 28,6
9 21 11,1 16 18,5 20,5 19 18,5 25 18,5 25 19,31
10 10 5 10 14 5 5 5 10 5 50 11,9
11 24 8 7 50 17 55 30 19 23 31 26,4
12 30 50 30 30 10 20 10 10 20 13 22,3
Rata - rata 24,73
Uji pengamatan :
Pada percobaan ini kami menguji dengan menggunakan uji Anova. Hasil tersebut adalah sebagai berikut :
Hipotesis
Ho : Tidak ada beda signifikan antara kecepatan motilitas spermatozoa pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (perlakuan 1 dan perlakuan 2).
H1 : Ada beda signifikan antara kecepatan motilitas spermatozoa pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (perlakuan 1 dan perlakuan 2).
ANOVA
VAR00001
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 650.672 2 325.336 5.039 .019
Within Groups 1097.518 17 64.560
Total 1748.190 19
Ket : α = 0.05
Jika p-value < α maka tolak Ho
Jika p-value > α maka terima Ho
Dari hasil analisis data dengan menggunakan ANOVA didapatkan p-value < α , maka :
Keputusan : tolak Ho
Kesimpulan : ada beda signifikan antara kecepatan motilitas spermatozoa pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (perlakuan 1 dan perlakuan 2).
Pembahasan
Pengamatan motilitas spermatozoa mencit dilakukan dengan mengamati sperma yang baru diambil dari epididimis yang kemudian diletakkan pada gelas obyek cekung kemudian kita tambahkan larutan fisiologis. Hal ini dimaksudkan agar spermatozoa mencit tetap berada dalam kondisi lembab ( tidak kering ). Setelah itu dilakukan dipotong-potong halus sehingga berbentuk sehingga berbentuk suspensi. Untuk menghitung kecepatan spermatozoa menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer. Sebelum digunakan, dilakukan pengkalibrasian pada mikroskop.
Pada spermatozoa yang normal cenderung melakukan gerak dalam garis lurus. Kecepatan gerak spermatozoa ini juga dipengaruhi oleh morfologinya. Ekor yang terlalu pendek dan bercabang dapat menghambat kecepatan gerak spermatozoa. Penghitungan kecepatan motilitas spermatozoa dilakukan pengulangan 10 kali dari masing-masing mencit hal ini bertujuan untuk mengurangi bias kesalahan dalam pengamatan.
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa kecepatan gerak spermatozoa terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yaitu :
- Rata-rata pada kelompok kontrol = 32,17 μm / s = 1,93 mm/mnt
- Rata-rata pada kelompok perlakuan 1 (1 lampu) = 37,44 μm / s = 2,25 mm/mnt
- Rata-rata pada kelompok perlakuan 2 (2 lampu) = 24,73 μm / s = 1,48 mm/mnt
Pada kelompok perlakuan dengan menggunakan 1 lampu gerak spermatozoa lebih cepat jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sedangkan pada kelompok perlakuan dengan menggunakan 2 lampu, gerak spermatozoa lebih lambat jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini mungkin disebabkan karena mencit pada kelompok pelakuan mengalami stress sehingga berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa khususnya gerak spermatozoa. Pada perlakuan dengan menggunakan 1 lampu tingkat stres mencit lebih rendah bila dibandingkan dengan 2 lampu sehingga pada perlakuan 1 (1 lampu) merupakan kondisi optimum untuk motilitas spermatozoa mencit hal ini dapat kita lihat dari bertambahnya kecepatan motilitas spermatozoa mencit dari mencit pada kelompok kontrol. Apabila kita naikkan tingkat stresnya dalam hal ini intensitas cahanya maka kecepatan motilitas spermatozoa akan menurun bahkan lebih rendah dari kelompok kontrol. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa stress dapat mempengaruhi gerak spermatozoa.
Pada literatur dikatakan bahwa kecepatan motilitas spermatozoa pada mencit normal adalah sebesar 1 – 4 mm / menit. Dari data perhitungan kelompok kami didapatkan kecepatan motilitas spermatozoa baik dari kelompok kontrol maupun perlakuan masih dalam kisaran normal. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa motilitas spermatozoa masih dalam taraf normal.
Kesimpulan
- Tingkat stres mempengaruhi kecepatan motilitas spermatozoa mencit.
- Jika tingkat stres rendah dapat memacu kecepatan motilitas spermatozoa mencit.
Jika tingkat stres dinaikkan maka dapat menghambat kecepatan motilitas spermatozoa mencit.
- Kecepatan rata – rata spermatozoa mencit pada :
kelompok kontrol = 32,17 μm / s = 1,93 mm/mnt
kelompok pelakuan dengan 1 lampu = 37,44 μm / s = 2,25 mm/mnt
kelompok perlakuan dengan 2 lampu = 24,73 μm / s = 1,48 mm/mnt
Daftar Pustaka
Campbell, et al . 2003, Biologi, edisi kelima , jilid 2., Jakarta : Erlangga
Gandasoebrata, R., 1984 , Penuntun Laboratorium Klinik , Jakarta : Penerbit Dian Rakyat
Ganong, W. F., 2003, Fisiologi kedokteran, penerbit Buku Kedokteran EGC . Jakarta
Guyton, Arthur., 1995 , Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit , Jakarta : EGC
Nal Bandov , A.V., 1990 , Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas , Jakarta : UI Press
Yatim , D.Wildan., 1994 , Reproduksi dan Embryologi , Bandung : TARSITO
Sunday, November 13, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
BUDAYA BERKOMENTAR SANGAT BAIK... AYO BERKOMENTAR!!